Saling Silang Fahri VS Ara


 Ketika Menteri dan Wakilnya Saling Serang Soal Rumah Rakyat, Hashim Diam Tapi Tak Absen

“Kalau rumahnya saja segede kotak mie instan, itu bukan rumah rakyat—itu pelecehan terhadap rakyat.”

—Fahri Hamzah


“Yang penting rakyat punya atap dulu. Jangan sampai karena idealisme ukuran, rakyat tidur di emperan selamanya.”

—Maruarar Sirait


XYZonemedia - Mungkin inilah pertunjukan paling dramatis di awal Kabinet Prabowo jilid pertama: dua orang dari kementerian yang sama, Maruarar Sirait dan Fahri Hamzah, saling silang kata—bukan di ruang rapat tertutup, tapi di depan publik, media, bahkan Komisi V DPR.


Isunya: program 3 juta rumah rakyat per tahun—janji kampanye yang menjadi simbol kerakyatan plus produktivitas ala Prabowo. Tapi siapa sangka, di balik jargon mulia itu, justru menyimpan kisah powerplay, perbedaan visi, dan adu gengsi dua tokoh politik yang sama-sama keras kepala.


Dan di antara keduanya, ada satu nama besar yang sejak awal menjadi arsitek janji ini: Hashim Djojohadikusumo.


Babak I: Ukuran Bukan Sekadar Angka

Pertarungan terbuka dimulai ketika Maruarar, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, memamerkan desain rumah subsidi berukuran 18 meter persegi. Baginya, ini solusi pragmatis: cepat dibangun, murah, cocok untuk kota besar dengan harga tanah selangit.


Namun Fahri Hamzah, Wakil Menteri yang dikenal galak terhadap siapa pun—bahkan presidennya sendiri di masa lalu—langsung menyebut itu “gagasan tak manusiawi”.


“Saya tidak pernah diajak bicara soal desain rumah 18 meter. Itu melanggar standar hidup layak. Kita ini membangun rumah, bukan gudang sapi,”

kata Fahri kepada

Kabaran.id

.


Fahri tak berhenti di situ. Ia menyindir desain itu hanya cocok untuk spekulan tanah, bukan untuk ibu-ibu dengan dua anak. Bahkan beberapa anggota DPR dari Komisi V pun memberi nada miring.


Babak II: Uang dari Langit atau dari Tanah?

Setelah ukuran, giliran dana yang jadi senjata perdebatan.


Maruarar kukuh: tak mau utang luar negeri. Ia mengandalkan BPI Danantara—semacam sovereign wealth fund baru yang dikelola negara—dan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). "Uang kita cukup," katanya.


Fahri justru menawarkan solusi “non-APBN”: kerja sama internasional dengan AIIB, Islamic Development Bank, hingga World Bank. Ia bahkan menyarankan sistem attachment earnings—potongan gaji langsung untuk mencicil rumah. Smart financing, katanya.


Yang jadi masalah: semua ide Fahri itu tidak muncul dari sistem resmi kementerian, melainkan dari presentasi pribadi. Maruarar tak sudi menanggapi. Fahri pun mengeluh: “Saya ini wakil menteri, bukan pegawai magang.”


Babak III: Lalu Di Mana Hashim?

Hashim Djojohadikusumo bukan sekadar orang di belakang layar. Sebelum pemilu, dialah yang menggagas ide 3 juta rumah/tahun. Dialah yang bicara ke media bahwa proyek ini akan menyerap 6 juta tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi 1,5%.


Ia juga yang menjamin tidak akan ada pelanggaran standar kelayakan rumah. Saat isu rumah 18 meter mencuat, Hashim—lewat Satgas Perumahan—menegaskan bahwa ukuran minimum tetap harus sesuai standar WHO dan nasional: sekitar 36 meter persegi. Ia bahkan menolak mentah-mentah ide rumah mungil yang dinilai “tidak layak secara kemanusiaan.”


“Kami tidak pernah menyetujui rumah 18 meter. Itu bertentangan dengan prinsip dasar pembangunan manusia,”

katanya dalam wawancara yang dikutip

The Star Malaysia

, Juni lalu.

Comments