Tentang Polisi


 POLRI

Dihujat Sukatani Direvolusi Presiden RI

----------------------‐--------------------------------------------

by : Budi Saks 


Masih terngiang ngiang dikepala ini alunan ritmik lagu Bayar Polisi itu, bayar bayar bayar sambil angguk anggukan kepala bagaikan anak punk sedang berkumpul dan bernyanyi berkesenian dalam kepedulian sosial politik.


Ya begitulah anak punk memang walau tampilan unik bin nyentrik malah sebagian cenderung gembel tapi aslinya mereka punya wawasan sosial politik dan suka mengkritik dengan gaya unik.


Dan musik punk memang begitu begitu saja daridulu juga dengan ritme monoton dan seringnya berlirik protes kaum marjinal semi proletar begitu juga dengan band punk Sukatani ini yang dalam bermusik membawa idealisme yang lebih pada semacam revolusi mental yang sesungguhnya pada karya karyanya.


Termasuk kritik mereka pada polisi dilagu itu memanglah faktuil dan sesuai kenyataan walau tak bisa juga buat digeneralisasi bahwa semua polisi pasti kelakuannya seperti dilagu itu karena faktanya juga masih banyak sekali polisi yang berdedikasi dan bekarya diluar dari jobdesknya seperti pak Purnomo Belajar Baik itu atau polisi yang pangkat menengah yang mengasuh ratusan yatim dhuafa dengan gajinya yang tak seberapa.


Namun kritik Sukatani dengan lagu Bayar Polisi tersebut adalah bentuk kritik penting bagi institusi Polri bahwa masih banyak oknum yang bahkan tersistem yang memanfaatkan status dan jabatan untuk menerima suap dalam berbagai level mereka dikepolisian.


Jadi tidak ada yang salah dengan karya seni Sukatani itu.


Mungkin satu satunya kesalahan adalah status guru Novi yang berstatus jadi guru SDIT namun belum lepas dari gaya panggung yang terlalu rebel, kecuali (harusnya) dia betul betul konsisten sebagai musisi dan cari makan dijalur seni jadi tak perlulah beridentitas dua kepribadian yang bertolak belakang.


Walau begitu tetap kuacungi jempol dan angkat topi tanda salut pada kedua anggota band itu.


Dilain sisi dan pada level yang berbeda diam diam presiden RI yang baru menjabat kurang empat bulan lalu ternyata juga sudah punya rencana untuk merombak Polri sesuai amanah reformasi 98 dimana Polri seharusnya tak berada dibawah presiden namun dibawah Kemendagri ditambah upaya perampingan Polri agar tak jadi lembaga superbody yang terlalu gemuk seperti saat ini.


Ini hampir mirip usulanku juga beberapa tahun lalu waktu jaman SBY untuk memisahkan Bareskrim dari Polri sebab menurutku Bareskrim itu harusnya jadi Badan tersendiri yang lepas dari Polri jadi statusnya lebih kuat dan berwibawa seperti posisi FBI di Amerika lalu Korlantas yang harusnya dipecah masuk ke Dinas pajak dan Dishub agar dilapangan tak tumpang tindih dengan DLLAJ juga Reserse Narkoba yang harusnya dilebur dengan BNN dan Brimob yang baiknya juga berdiri sendiri jadi seperti SWAT nya Amerika itu dan juga Densus 88 yang bagusnya dibubarkan saja.


Memang usulanku ini tak 100% mirip dengan rencana bapak presiden tapi setidaknya ada beberapa hal dari spirit perampingan Polri ini yang sama dengan yang pernah kuusulkan dulu.


Karena suatu institusi yang terlalu gemuk tentu saja akan jadi suatu institusi yang tidak efisien dan cenderung arogan apalagi bila masih langsung dibawah presiden akan sangat berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik penguasa sebagaimana yang sudah sudah.


Usulan ini sudah diajukan presiden Prabowo dalam bentuk RUU perubahan ketiga Kepolisian Negara RI ke DPR RI pada 13 febuari lalu.


Dan semoga usulan ini segera disetujui DPR agar Polri lebih ramping demi profesionalitas kepolisian itu sendiri.


Oh ya sebetulnya jauh sebelum Sukatani dulu ada grup reggae yang salah satu lagunya juga menghujat polisi tapi mereka pandai menyamarkan hujatannya dalam intonasi lagu yang ragu.


Kalau yang suka reggae pasti tahulah.


Intinya kita doakan dan dukung saja RUU yang sudah diterima DPR ini agar cepat cepat disahkan agar kedepan institusi ini jadi lebih baik dan profesional.


Supaya para seniman seperti Sukatani tak lagi direpresi ketika sedang berseni.


Reformasi Kepolisian.

Revolusi Polri.

Comments