Subhanallah, Syirik Modern Hinggapi Partai MASYUMI
Ironi kita semua tahu pemajangan gambar mahluk bernyawa adalah haram dalam Islam bahkan disebut Syirik Modern dalam Al-Mubasyirat Mimpi Muhammad Qasim tapi itu yang terjadi pada Partai MASYUMI. Tapi acara-acara MASYUMI selalu menampilkan wajah-wajah para Pimpinannya di pajang ditiap acara. Heran!
Tentang MASYUMI
Dpp Masyumi 79 tahun kronologis sejarah Partai Masyumi hingga 2024
Oleh : Ahmad Murjoko
Waketum PP Partai Masyumi
-----
Dalam rangka Milad Partai Masyumi yang ke 79. Maka DPP Partai Masyumi menyelenggarakan berbagai kegiatan dari pengajian, tasyakuran, lounching sekolah politik hingga diskusi publik tentang : 100 hari pemerintahan Prabowo Soebianto, prediksi dan solusi.
Adapun tema sentral Milad kali ini adalah :
"RAPATKAN BARISAN WUJUDKAN ISLAM RAHMATAN LIL ALLAMIIN"
Sedangkan tujuan pelaksanaan Milad Partai Masyumi adalah untuk
Membangkitkan kembali semangat keluarga besar Partai Masyumi yang tersebar di seluruh Indonesia bersama dengan Kader Partai Masyumi dan seluruh ormas Islam membangun kembali kekuatan politik Islam untuk menuju Indonesia menjadi negara 'Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur"
Pelaksanaan MILAD PARTAI MASYUMI ke – 79 adalah sebagai simbol dari membangun ghiroh untuk berjuang menegakan kebenaran di seluruh Nusantara dan berserta seluruh diaspora Masyumi di berbagai negara untuk berusaha tanpa henti mengusung Platform Perjuangan Masyumi melalui Tiga Pilar Utama : Pendidikan ; Ekonomi dan Politik.
Oleh karena itu dalam rangka menyambut Milad Masyumi yang ke 79 tersebut di bawah ini akan diulas kronologis sejarah Partai Politik Islam Indonesia Masyumi semenjak 7 Nopember 1945 sd 7 Nopember 2024.
Pertama, Sejarah Partai Masyumi tidak terlepas dari Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI). MIAI berdiri pada zaman Belanda pada tanggal 21 September 1937. Selanjutnya dalam masa penjajahan Jepang ingin menggunakan MIAI kembali untuk kepentingan menghadapi perang dengan sekutu. Namun oleh ketuanya Wondoamiseno lebih memillih membubarkan organisasi.
Organisasi MIA ini bersifat Federatif dari 21 Ormas Islam. MIAI Sebagai tempat bermusyawarah untuk memecahkan persoalan furu’iyyah yang bisa berpotensi memecah belah persatuan Islam. MIAI juga berhasil menyelenggarakan Konggres Umat Islam I, 2 dan 3 di Surabaya, di Solo dan kembali lagi di Solo untuk membahas solidaritas internasional, persatuan umat Islam dan merespon atas persoalan aktual yang terjadi.
Inisiator MIAI adalah K.H. Mas Mansyur dari Muhammadiyah, K.H. M. Dahlan dan K.H. Wahab Hasbullah dari, Nahdatul Ulama, Wondoamisseno dari Serikat Islam dan tokoh organisasi Islam lainnya seperti Persatuan Ulama dan Al-irsyad. MIAI juga merupakan inisiatif dari para pemimpin organisasi-organisasi Islam untuk menyatukan diri dalam satu organisasi Islam. Tanpa ada campur tangan dari pihak penjajah.
Upaya untuk meredam pergerakan MIAI maka Jepang melakukan pendekatan dengan mengadakan pelatihan "bela negara" buat para kyai hingga 1 (satu) bulan lamanya. Jepang juga mengawasi para kyai namun berkesimpulan bahwa kyai tidak membahayakan. Akan tetapi berdasarkan evaluasi penjajah Jepang menyimpulkan bahwa MIAI tidak berkontribusi dalam perang melawan Sekutu. Penjajah Jepang berharap MIAI dapat membantu Jepang dalam melawan sekutu dengan cara menyalurkan dana2 amalnya. Jepang juga berharap agar MIAI tidak fokus pada pergerakan Islam tapi pada dukungan terhadap Jepang dalam melawan sekutu. Namun pada akhirnya MIAI dibubarkan oleh Jepang dan diganti dengan nama Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) dengan status sebagai ormas.
Kedua, Partai Masyumi juga tidak terlepas dari organisasi massa (ormas) Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) yang berdiri pada tanggal 24 Oktober 1943. Tujuan MASYUMI adalah sama dengan tujuan MIAI yaitu Memperkuat kesatuan semua organisasi Islam. Namun karena tekanan Jepang maka tujuannya ditambah menjadi membantu Jepang dalam kepentingan Asia Timur Raya. Karena posisinya yang terjepit tersebut maka peran Ormas Masyumi tidak efektif sebagai pembawa suara umat Islam saat itu. Namun dalam peran berikutnya terutama dalam menuju kemerdekaan RI banyak tokoh-tokoh Masyumi yang bergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) seperti Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Halim dan KH Ahmad Sanusi. Perwakilan umat Islam di BPUPK hanya kurang lebih 10 persen selebihnya dari kaum nasionalis sekuler. Dan pada saat itu Masyumi juga berhasil mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta dan pada tahun 1946 pindah ke Yogyakarta.
Ketiga, sebelum muncul Maklumat Pemerintah atau maklumat Hatta No. X tanggal 3 Nopember 1945 tentang dibolehkannya mendirikan partai politik. Maka para tokoh Masyumi dan para ulama telah mengantisipasinya terlebih dahulu dengan mengadakan pertemuan pendahuluan pada bulan September 1945 seperti Agus Salim, Abi Kusno, M. Natsir, Wali Alfatah, Soekiman dan Gafar Ismail bermusyawarah untuk menyatukan potensi umat Islam dengan membentuk partai politik.
Maka pada bulan berikutnya pada tanggal 7-8 Nopember 1945 diselenggarakanlah Konggres Umat Islam Indonesia I di Yogyakarta dengan keputusannya adalah dibentuknya satu-satunya partai politik bagi umat Islam dengan nama Partai Politik Islam Indonesia MASYUMI disingkat PPII MASYUMI yang bercita-cita menegakan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meski pada awalnya pendiri Partai Masyumi adalah NU, Muhammadiyyah dan Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam. Namun kemudian menyusul organisasi Islam lainnya seperti Al-Irsyad, Al-Jamiatul Wasliyah, dan Al-Ittihadiyah (Sumatera Utara), Persatuan Ulama seluruh Aceh (PUSA), Nahdatul Wathan (Lombok), Mathla’ul Anwar (Banten), dan organisasi Islam lainnya di Indonesia.
Konggres menyepakati bahwa Majelis Syura tertinggi dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari dari NU, Ki Bagoes Hadikosumo dari Muhammadiyyah sebasgai Ketua Muda I, K.H. Wahid Hasyim sebagai Ketua Muda II. Dan Kasman Singodimedjo sebagai Ketua Muda III. Adapun anggota Majelis Syura lainnya Haji Agus salim, K.H. Abdul Wahab,
Syaikh Djamil DJambek.
Sedangkan Pimpinan Pusatnya diketua oleh Dr. Soekiman Wirosandjoyo politisi PSII dan PII, Ketua Muda I nya adalah Abikusno Tjokrosujoso, Katua Muda II adalah Wali Al-Fatah, Sekretaris I adalah Harsono Tjokroaminoto, dan Sekretaris II Prawoto Mangkusasmito. Bendahara Mr. R.A. Kasmat, Barisan Sabilillah dan Hisbullah dipimpin K.H. Masykur dan W. Wondoamiseno, Hasyim, dan Sulio Adikusumo.
Adapun anggota Pimpinan pusat lainnya seperti K.H. Mohammad Dahlan (NU), K.H. Farid Ma’roef dan Junus Anies (Muhammadiyyah), Mohammad Natsir (Persis), S.M. Kartosoewirjo (PSII), Mohammad Roem, dll.
Menurut Saifuddin Zuhri, dalam Kongres tersebut hadir tokoh dan ulama senior yang membidani kelahiran Partai Masyumi seperti K.H. Hasyim Asy’ari. H. Agus Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakir. Dr. Abu Hanifah, Dr. Mawardi, Dr. Soekiman, K.H. Wahab Hasbullah, Ki Bagoes Hadikusumo, Abukisno Tjokrosoejoso, Wali Al Fatah dan ratusan Kyai dan Ulama se Jawa dan Madura.
Sedangkan tokoh-tokoh muda lainnya seperti KH. Wahid Hasyim, Mohammad Natsir hingga Prawoto Mangkusasmito sibuk mempersiapkan perhelatan terbesar Konggres Umat Islam saat itu. Tampak pula para tokoh muda lainnya seperti KH. Mahmud Ilyas (NU), KH. Ghafar Ismail, KH. Munawar Chalil semarang, Saleh Syaibani (PSII), KH. Wahab dan KH. Saifuddin Zuhri dan para lascar Hisbullah sebagai penjaga Konggres Umat Islam tersebut.
PPII Masyumi ini adalah partai politik tidak sama dengan ormas Masyumi pada masa Jepang. Karena PPII MASYUMI dibentuk oleh umat Islam Indonesia sendiri khususnya para ulama tanpa campur tangan pihak luar. Sedangkan Ormas Masyumi dalam sejarahnya didirikan oleh Pemerintah Penjajahan Jepang.
Adapun penggunaan nama MASYUMI lebih disebabkan menggunakan nama yang sudah terkenal dan dengan tanpa singkatan namun hanya sebagai kata benda saja.
Setelah terbentuk menjadi Partai politik, Maka Partai Politik Islam Indonesia Masyumi memulai perannya dalam negara Republik Indonesia yang baru diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Partai Masyumi membuktikan perannya sebagai partai yang menghasilkan kualitas-kulaitas manusia yang unggul. Hal itu terlihat Ketika Agresi Militer Belanda II Pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi itu hampir saja menghilangkan negara Indonesia. Para pimpinan Republik ditangkap. Berkat Tokoh Masyumi, Sjafruddin Prawiranegara eksistensi Republik Indonesia secara de Facto masih bertahan. Syafrudin membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera. Perang gerilya di bawah komando PDRI dan Jenderal Soedirman di Jawa, memaksa Belanda untuk melakukan perundingan.
Adalah Mohammad Roem (Pimpinan Masyumi) sebagai perwakilan Pemerintah RI dalam perundingan dengan pihak Belanda itu. Akhirnya lahirlah Perjanjian Roem-Roijen yang menyepakati bahwa Belanda akan mengembalikan kemerdekaan Indonesia sepenuhnya yang sebelumnya tidak dapat diterima oleh kerjaan Belanda. Untuk pertama kalinya Belanda mengakui Indonesia sebagai negara merdeka berkat keberhasilan Perjanjian Roem-Roijen. Meski Hasilnya adalah negara Republik Indonesia Serikat (RIS), tetapi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat penuh.
Mendagri Mohammad Roem adalah konseptor utama UU Pemilu pertama yang mulai dirumuskan pada masa Kabinet Wilopo (1952-1953), selain Moh Roem juga dikenal sebagai diplomat ulung, ia menjadi delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda yang dikenal dengan Perjanjian Roem-Royen.
Namun Negara RIS tidak bertahan lama. RIS itu berakhir dengan sebuah mosi yang paling bersejarah dan melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara RIS yang tadinya adalah negara-negara bagian, meleburkan diri menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia atas dasar Mosi Integral Mohammad Natsir yang dibacakan di depan Parlemen kemudian disetujui oleh semua Fraksi termasuk PKI. Mosi Integral adalah konsep genuine dari Tokoh Masyumi.
Lahirnya NKRI adalah merupakan ijtihad ulama dan tokoh Islam dari partai Masyumi yang telah tercatat dalam tinta sejarah Republik Indonesia.
Tokoh lain seperti Syafrudin Prawiranegara merupakan pakar ekonomi yang juga pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia pertama tahun 1950. Beliau pulalah yang menjadi Pimpinan PDRI (Pimpinan Darurat Republik Indonesia) ketika Soekarno, Hatta dan beberapa menteri ditawan Belanda.
Pemilu Tahun 1955 adalah pemilu ultrademokrasi yang disebut-sebut sebagai pemilu paling jujur dan adil. Tetapi jangan Lupa bahwa Perdana menteri pada Waktu itu adalah Burhanuddin Harahap, tokoh Masyumi. Pada Pemilu 1955, Masyumi keluar menjadi partai pemenang dan mampu mendudukkan Anggotanya dalam Parlemen sebanyak 57 anggota. Kesuksesan Masyumi dalam pemilu 1955 tidak terlepas dari sikap politiknya yang sabar dan Istiqomah memperjuangkan aspirasi umat Islam dan komitmen menegakkan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keempat, PPII MASYUMI menjadi Peserta Pemilu tahun 1955 dan sebagai pemenang kedua dibawah PNI dengan menguasai 10 dapil dari 15 dapil yang ada saat itu. Menurut Deliar Noer pengikut Partai Masyumi tersebar di 13 Wilayah dari dari 15 seluruh Indonesia. Partai Masyumi terbentu di 273 Cabang, 4.641 Anak Cabang dan 6.956 Ranting. Secara geografis Partai Masyumi menguasai 80 persen Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam skala nasional Partai Masyumi di bawah PNI yang hanya menang di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat, sedangkan NU hanya menang di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.
Ulf Sundhaussen dalam bukunya, Road to Power : Indonesia Military Politics 1945-1967, mengungkapkan bahwa wakil utama daerah luar jawa dan orang Sunda di Jawa Barat adalah pengikut setia Partai Masyumi. Kekuatan Partai Masyumi di Jawa Barat dan luar Jawa. Mr. Mohammad Roem mengatakan : “ bahwa PNI mendapat kursi yang sama dengan Partai Masyumi meskipun PNI memperoleh suaranya lebih banyak. Namun penyebaran suara partai Masyumi leading di semua tempat kecuali Jawa Tengah dikuasai PNI, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan dirajai NU.
Kelima, selanjutnya PPII MASYUMI menyatakan membubarkan diri sebelum jatuh tempo pembubaran Partai Masyumi oleh rezim otoriter pro PKI Soekarno melalui Keputusan Presiden no 200/1960. Dan Sepekan berikutnya setelah turun Keppres tersebut Partai Masyumi lebih memilih jalur hukum dari pada gerakan perlawanan bersenjata menolak Keppres tersebut walaupun pasti kalah.
Maka pada tanggal 9 September 1960 PPII MASYUMI mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta. Tujuannya untuk membatalkan Keppres no 200/1960 sebagai tindakan kesewenang-wenangan melawan hukum. Namun pengadilan memutuskan tidak berwenang memutuskan perkara tersebut.
Selanjutnya Masyumi mengajukan banding dan sampai hari ini tidak ada putusan banding tsb.
Dengan demikian maka pembubaran Masyumi tidak syah secara hukum.
Keenam, Setelah PPII Masyumi menyatakan membubarkan diri dan jalur politik dibungkam maka para mantan aktifis Partai Masyumi kembali ke jalur dakwah masing-masing seperti Muhammadiyah, dll. Namun ada sebagian mantan-mantan Partai Masyumi seperti, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mr. Sjafroedin Prawiranegara, H.M. Rasyidi, Mr. Burhanuddin Harahap, Prawoto Mangkusasmito dan Kasman Singodimedjo, Buchori Tamam, serta beberapa pengurus Masjid Al-Munawaroh Tanah Abang yakni Abdul Hamid, Buchari Tamam, Asyrul Datuk Penghulu Basa, H. Sutan Ismail dan H. Sutan Pangeran membentuk Yayasan DDII.
Dewan Dawah Lahir pada situasi politik peralihan dari orde lama ke Orde Baru. Dimana Orde lama melakukan depolitisasi terhadap umat Islam terhadap kelompok-kelompok yang menolak Nasakom. Dan kelompok sasaran tersebut adalah Partai Masyumi beserta pengurus dan anak keturunannya dipinggirkan semua. Dan sebaliknya yang mendukung Nasakom akan diakomodasi dalam kekuasaan termasuk di dalamnya NU.
Keinginan untuk merehabilitir PPII Masyumi pun ditolak oleh Soeharto. Dan sebagai kompensasinya mengijinkan pendirian Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Namun mantan-mantan Partai Masyumi dilarang menjadi pemimpinnya. Dan selanjutnya Parmusi bergabung ke PPP.
Strategi Orde Baru berikutnya adalah melakukan korporatisme dengan cara mendirikan organisasi-organisasi yang dapat digunakan untuk mengikat kelompok2 yang berpotensi mengancam kekuasaan seperti KNPI untuk kalangan organisasi kepemudaan dan Mahasiswa. Dan dikalangan umat Islam didirikanlah Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975. Tujuannya adalah agar para ulama dapat dikontrol oleh Pemerintah.
Adapun Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sampai detik ini adalah sebagai berikut :
1. Mohammad Natsir
2. H.M. Rasyidi
3. Anwar Haryono
4. Affandi Ridwan
5. Husein Umar
6. Cholil Badawi
7. Syuhada Bahri
8. Muhammad Siddiq
9. Adian Husaini
Ketujuh, Partai Masyumi juga tidak bisa dilepaskan dari Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) yang didirikan pada tanggal 20 Pebruari tahun 1968 sebagai bagian dari upaya rehabilitir PPII Masyumi di Jaman Orde Baru. Adapun ketua Umumnya adalah Djarnawi Hadikusumo dan Mintareja.
Partai Muslimin Indonesia ((PARMUSI) menjadi peraih peringkat 4 dalam Pemilu Legislatif tahun 1971. Selanjtnya Parmusi dibubarkan 5 Januari 1973 dan bergabung ke PPP. Dan sekarang menjadi ormas Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) yang bergerak dalam bidang dawah, ekonomi, sosial dan pendidikan.
Kedelapan, berikutnya pada tahun 1998 hanya dalam waktu 3 bulan upaya menghidupkan kembali Partai Masyumi betul-betul menjadi kenyataan. Partai Masyumi menjadi peserta Pemilu tahun 1999 dengan nama Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. Adapun historisme saat itu adalah Mengantispasi pasca lengsernya Soeharto maka DDII mengadakan Musyawarah Besar (Mubes) sekaligus mengadakan seminar Partai Politik Islam pada awal Juni 1998. Salah satu rumusan komisi politik menetapkan Mubes mengamanahkan DDII melaksanakan Konggres Umat Islam untuk membentuk partai Islam, Kesepakatan tidak tertulis dalam sidang pleno maupun komisi politik adalah memilih salah satu dari dua alternatif yakni Partai Masyumi dideklrasikan kembali atau PPP yang direnovasi dengan ganti asas, tujuan, lambang dan pimpinan.
Di luar sidang dijajaki pembentukan team independen sebagai Organizing dan sterring commite yang bertugas melobi semua pihak. Team tersebut adalah Tamsil Linrung, Abdullah Hehamahua, Abu Ridha, Ahmad Zainal Abidin, Hasan Kiat dan Hafidz serta PB HMI (MPO). Pada masa team pelobi bekerja, Badan Kordinasi Umat Islam (BKUI) juga melakukan pertemuan intensif. Namun bukan menggelar konggres umat Islam tapi malah membentuk partai baru di luar rekomendasi.
Padahal Mubes mengamanahkan DDII untuk melaksanakan Konggres Umat Islam.
Berikutnya setelah Mubes Dewan Dawah Pimpinan DDII menghadap presiden Habibie untuk menyampaikan hasil-hasil Mubes, mereka juga meminta rehabilitasi Masyumi. Namun jawab Habibie, sudahlah Bintang Bulan saja. Dari jawaban tersebut kemudian lahirlah Partai Bulan Bintang bukan Masyumi atau renovasi PPP yang diamanahkan Mubes DDII tersebut. Dan asasnya pun tidak berdasarkan Islam.
Mengapa Harus konggres ?
Pertama, Secara syarie suatu keputusan tidak bisa dianulir begitu saja apalagi secara sepihak. Dengan demikian keputusan Mubes DDII musti dilaksanakan. Kedua, Mengantisipasi lahirnya banyak partai Islam yang berdampak negatif pada perjuangan politik mendatang. Ketiga, Pendidikan politik yang moralis dari para pemimpin umat pada generasi muda berikutnya.
Namun Setelah gagalnya Konggres umat Islam dan sebaliknya membentuk partai baru dengan tanpa asas Islam maka berbagai pihak sudah mulai saling berebut moment mendirikan partai baru lainnya dengan berbagai alasan seperti PIPI, PSII, PTII dan PUI, PK, PAN.
Kemudian didorong oleh rasa tanggungjawab untuk meneruskan perjuangan pimpinan Masyumi, dan untuk menyatukan potensi ummat dari kemungkinan keterpurukan serta menjaga ketetapan yang bersifat syarie. Maka diputuskanlah PPII Masyumi perlu dibangkitkan kembali.
Sehingga pada tanggal 28 Agustus 1998 dibangkitkanlah kembalim PPII Masyumi. Namun pada Pemilu 1999 Partai Politik Islam Indonesia Masyumi hanya mengirimkan 1 orang kadernya di DPR RI yakni Ir. Sayuti Rahawarin dari Jawa Barat dan puluhan anggota DPRD Propinsi dan Kabupaten se Sumatera, dan Propinsi NTB.
Kesembilan, Pada tahun 2004 Partai Politik Islam Indonesia Masyumi mendaftarkan kembali dengan nama Majelis Syura Muslimin Idonesia (MASYUMI) dengan lambangnya tetap yakni Bintang Bulan. Namun ada sedikit modifikasi pada gambar kabahnya. Akan tetapi saat itu Partai Masyumi tidak diloloskan menjadi peserta Pemilu tahun 2004. Padahal Partai Masyumi sudah melakukan konsolidasi selama 5 (lima) tahun penuh.
Kondisi politik yang semakin suram, bangsa yang semakin kehilangan keteladanan, politik yang tidak bermoral dipertontonkan secara terbuka dihadapan publik. Krisis politik terus terjadi, sementara partai Islam Ideologis yang mewarisi Prinsip perjuangan Masyumi sudah tidak ada lagi. Bukan hanya itu, Dari 1998 hingga tahun 2019 Partai Islam cenderung semakin menurun. Kondisi politik yang pragmatis dan transaksional membangkitkan gairah umat dengan kerinduan yang mendalam terhadap politik Islam yang bersih dan bermartabat.
Kerinduan umat itu tidak terlepas dari kondisi perpolitikan Indonesia yang sedang dalam kemerosotan ini.
Kemudian bersamaan dengan itu, muncul solidaritas Islam yang kuat dengan adanya gerakan umat Islam 411 dan 212. Ada dua realitas yang menjadi keharusan sejarah melanjutkan misi Partai Masyumi yakni : Pertama, realitas politik Islam yang terpecah secara internal,
Comments
Post a Comment