Perjalanan Jusuf Rizal Tahan Banting Hingga Sampai Saat Ini


 MENJADI KUAT ITU TIDAK MUDAH. MUSTI TAHAN BANTING DALAM KEHIDUPAN


Aku banyak belajar dan kuat dari proses kehidupan. Tahun 1995, saya event organizer Arung Samudra, Pembukaan Pameran Produksi Indonesia (PPI), Peresmian Massal Rumah Susun di Cengkareng oleh Pak Harto serta penggalangan dana rehabilitasi sosial dari Kemensos. Namun proyek Arung Samudra dan Penggalangan dana sosial membawa malapetaka.


Sebagai pemula yang pegang event skala internasional, komplikatet, banyak ditipu oleh teman sendiri, maupun intervensi kekuasaan. Penggalangan dana kemensos, belakangan banyak bocor. Aku ga menikmati hasilnya. Untuk Arung Samudera aku harus nanggung hutang Rp.7,5 Milyar. Membayangkan punya duit segitu saja tidak, tapi saya harus bayar hutang.


Pengalaman itu luar biasa. Keluarga, relasi dan saya diancam mau dibunuh. Pembantu pulang tak kuat oleh teror. Tidak bisa kerja karena setiap kerja didatangi tukang tagih. Jadi tempat kerja tidak nyaman. Hidup seperti kontraktor, selalu pindah kontrakan. Harta benda semua diambil para supplier yang belum dibayar. Kehidupanku mencapai titik nadir. Kerja malam, siang hilang.


Dari situ kita belajar mengenal sahabat dan teman sejati. Yang dulunya baik saat jaya, semua menghilang. Mau pinjam duit buat nyambung hidup pun tak ada yang peduli. Keluarga juga tidak mungkin bisa bantu dengan uang Rp 7,5 M saat itu (Kurs Dolar masih Rp 2.500,- saat itu). Teman pekerja profesional Vice President Senawangi Sempati, Rudi Widagdo, mau bantu. Saat tau jumlah utang, beliau bilang, saya kerja 20 tahun pun belum tentu bisa lunas. 


Aku pun harus merangkak dan berjuang dari bawah lagi dengan cara menjual kemampuan. Rata-rata setiap bulan saya memproduksi 100 Proposal kegiatan yang dijual ke Advertising Agensi, PR Agency, Perusahaan BUMN, maupun Swasta. Hidupku hanya fokus bayar hutang. Agar bisa fokus bayar hutang, kepada semua supplier saya buat perjanjian akan bayar. Saya keluarkan Cheque dengan nilai masing-masing Rp.25 juta. Sebulan saya harus dapat uang buat bayar minimal Rp 100 juta.


Berjuang dari bawah setelah jatuh miskin, itu bisa memicu stres, ketakutan, minder, dll. Kadang bawa uang Rp.2.000 buat meeting, kembali dengan Ro.2000. Aku tidak makan, hanya minum teh panas dengan gula disetiap meeting. Jalan kaki dan baru ganti baju dan pasang dasi di toilet. Agar tidak jatuh sakit, semua cobaan itu saya nikmati dan syukuri. Aku berserah diri dan meminta kepada Tuhan. Puasa Senin-Kemis dan Nabi Daut. Terkadang puasa mutih (tanpa garam) selams 40 hari.


Itu aku jalani selama hampir 5-7 tahun. Aku akhirnya makin kuat. Bekerja kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki. Jungkir balik. Hingga kemudian sahabatku Rudi Widagdo menawarkan penarikan aset bank-bank yang dibekukan pemerintah diseluruh Indonesia. Saya bersinergi dengan PT.Balindo, Goerge Gunawan. Nama Balindo ke BPPN, namun operasional semua dihandling perusahaanku. 


Aku membuat menajemen pengambilan barang, lebeling, data, systim, angkut, seleksi, perbaikan, lelang dan deliveri barang --Terakhir hak atas konsep itu diminta oleh BPPN. Menarik aset mobil, futniture, AC, Komputer, Lukisan dll, tidak mudah. Berhadapan dengan manajemen nakal di dalam Bank, diluar berhadapan dengan preman-preman. Banyak Perusahaan lelang yang jadi rekanan takut menghadapi preman di bawah. Tapi buatku yang hidup dari bawah, sudah terbiasa bergaul dengan para preman-preman. Itu keunggulan perusahaanku.


Dari sinilah aku sedikit demi sedikit bangkit dan nyicil hutang hingga  Rp.7,5 milyar lunas. Saya ikut lelang Balindo hingga puluhan truk AC saya menangkan. Saya harus belajar IT software maupun hardware. Bangun kembali usaha. Saya tidak pernah ngambil bisnis dipemerintah. Rata2 swasta. Pemerintah banyak korup. Namun aku punya banyak network diberbagai jaringan. 


Setelah itu baru aktif diberbagai organisasi. AdaJunior Chamber, HIPMI, Pamuda Pancamarga, PMII, IPNU, PP, Garuda KPPRI, kemudian ke PKB, PAN dll. Tahun 2002 bersama alm. Matori Abdul Djalil buat Partai Pekade. Menjadi EO 100 Tahun Bung Karno dengan Mas Guruh. Dukung SBY-JK bentuk Blora Center pada Pilpres 2004. Aku mencarikan dananya. Karena itu meski SBY berkuasa selama 10 tahun, saya tidak tertarik dalam kekuasaan. Saya tidak pernah minta jabatan apapun. Itu semua saya anggap ibadah.


Dari semua pengalaman itu, aku memetik hikmah, bahwa manusia jangan cepat menyerah, kalah dan patah  Gagal maju lagi. Jatuh bangkit lagi, hingga cobaan itu bisa kita tundukkan. Selalu belajar, jangan sombong, berdoa, selalu berbuat baik, dan selalu minta doa restu kedua orang tua. Anda baik sama orang tua, Tuhan juga akan baik sama kita.


Selamat Pagi Indonesia.

Comments