BEGINI NATSIR BERKAWAN


 BEGINI NATSIR BERKAWAN


Entah kenapa, semakin dekat Hari Raya, aku teringat dan terngiang betul cerita yang pernah dikisahkan oleh Seniorku, almaghfurlah Bang RAMLAN MARJONED. 

Cerita tentang 'Natsir dan Sahabatnya', 

lebih tepatnya, 'Cara Natsir Mengerti Sahabatnya',

atau pendeknya, 'Natsir Berkawan'.


Seperti apakah cerita itu?


"Bar,"kata Bang Ramlan suatu siang di kantor Pimpinan Pusat Partai di kawasan Kramat, Jakarta Pusat.

"Ya, Bang,"jawabku.

"Ada satu peristiwa berulang yang pernah Abang alami bersama Pak Natsir. Dan peristiwa itu berkesan sekali,"terang lelaki kurus yang senang mengoleksi literasi apapun tentang politik Islam. Tentang Masyumi apalagi.

"Peristiwa apa itu, Bang?"tanyaku penasaran.

"Sering kali, meski tak setiap kali, ada seorang kawan karib Pak Natsir yang bila berkunjung ke kantor Dewan Da'wah baik untuk rapat atau sekadar silaturrahim, menggunakan taksi. Dan di sinilah uniknya,"cerita Bang Ramlan.

"Unik? Maksud Abang?"tanyaku.

"Ya, kalau diprosentasekan kira-kira, kalau ada 10 kali kunjungan maka 6 sampai 7 kali, Pak Natsir akan perintahkan saya segera turun untuk membayarkan ongkos taksinya,"terang Bang Ramlan.

"Itukan hal yang biasa, Bang,"potongku.

"Iya. Saya pun awalnya berpikir begitu. Sampai satu saat karena terus berulang, saya tanyakan langsung ke Pak Natsir,"terang Bang Ramlan.

"Apa jawab Pak Natsir, Bang?"tanyaku penasaran.

"Pak Natsir bilang begini, 'Saat Saudara Ramlan bayar itu, saat itu berarti kawan saya sedang tak punya uang. Jadi jangan sampai nanti dia malu saat ditagih oleh sopir taksi karena tak punya uang',"terang Bang Ramlan.


"Bagaimana Pak Natsir bisa tahu kalau kawannya sedang tak punya uang, Bang?"tanyaku.


"Percis, pertanyaan itu juga yang saya tanyakan kepada Pak Natsir. 'Bagaimana Bapak bisa tahu?' tanya saja ke Bapak,"terang Bang Ramlan.


"Lalu, Apa jawaban Pak Natsir, Bang?"tanyaku penasaran.


"Indah, jawaban yang indah, Bar!"balas Bang Ramlan.


Aku makin penasaran. 


"Apa, Bang?"desakku.


"Kata Pak Natsir, 'kami berteman sejak muda. Dan sudah saling mengenal satu sama lain. Dan kami, punya kesepakatan yang hanya kami yang tahu, Ramlan!' Begitu jawab beliau,"terang Bang Ramlan.


Aku masih menunggu.


"Apa itu, Bang?"tanyaku lagi.


"Kata Pak Natsir, 'Ramlan, kalau kami bertemu dan saling mengunjungi, kami gunakan tanda kerah baju,' kata Pak Natsir,"terang Bang Ramlan.


"Tanda kerah baju?"tanyaku penasaran.


"Ya, begitu kata Pak Natsir. 'Kalau kami bertemu dan saling mengunjungi dan kerah baju yang kami gunakan terbuka kancing atasnya, itu berarti kami sedang tidak punya uang. Tapi, bila kerah baju kami tertutup rapi, maka kami sedang punya uang. Dan, beberapa kali kawan saya itu datang, kerah bajunya terbuka. Maka saya minta Saudara Ramlan segera turun untuk membayar ongkos taksinya. Jangan sampai kawan saya itu malu.' Begitu, Bar!"kata Bang Ramlan.


"Wuih, keren itu Bang!"seruku.


"Ya, saya pun terdiam mendengar jawaban Pak Natsir itu. Dia paham betul kawannya. Ada hal yang tak perlu diucapkan, tapi dipahami betul maknanya,"pungkas Bang Ramlan.


Aku pun terdiam.


Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari cerita tentang bagaimana Mohammad Natsir berkawan.


Selamat Hari Raya Idulfitri 1445 H. 

Semoga seluruh amal ibadah kita selama puasa berbuah taqwa.


Minal 'Aidin wa 'l-Faizin,

Mohon Maaf Lahir dan Batin.


Depok, ujung Ramadhan

Sabar Sitanggang, istri dan 8 anak.

Comments