Oleh : Sudrajat
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi satu-satunya partai di parlemen yang kali ini gagal mempertahankan posisinya untuk duduk di Senayan. Merujuk hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan KPU pada Rabu malam (20/3/2024), partai berlambang ka'bah itu cuma meraih 5.878.777 suara atau setara 3,87 persen suara sah.
Angka ini mengkonfirmasi prediksi hasil survei sejumlah lembaga beberapa waktu sebelumnya. Populi Center, misalnya, pada akhir Januari - 3 Februari 2024 menyebut elektabilitas PPP cuma 3,6 persen. Angka lebih kecil untuk survei di periode yang sama disampaikan Indikator Politik, yakni 2,2 persen.
Sandiaga Uno Sapa Kader PPP Sumbar
Sandiaga Salahuddin Uno menyapa PPP Sumatera Barat di Hotel Kyriad Bumi Minang, Kota Padang, Sumatera Barat. Sandia juga bica soal peluang jadi Bacawapres. Foto: dok. PPP
Jadi, sebetulnya apa yang dialami PPP bukanlah tragedi tapi memang sesuai prediksi. Pertanyaannya, kenapa prediksi itu menjadi kenyataan seolah tanpa antisipasi sama sekali dari para elitenya.
Tentu tak juga benar bila menyimpulkan demikian. Duet Mardiono yang menjadi Plt Ketua Umum sejak September 2022, dan Sandiaga Uno yang bergabung pada pertengahan Juni 2023 telah berupaya menerapkan sejumlah strategi pemenangan. Atau setidaknya untuk sekedar bertahan di parlemen.
Hijrahnya Sandiaga dari Gerindra ke PPP konon memang didesain untuk menyelamatkan PPP dari ancaman tereliminasi dari ambang batas parlemen. Pada pemilu 2019, partai itu cuma mendapatkan 4,52 persen suara (19 kursi). Angka itu jelas mengkhawatirkan karena cuma terpaut sedikit dengan ambang batas parlemen 4 persen. Padahal di pemilu 2014, PPP masih meraih 39 kursi.
Sejak memimpin PPP, Mardiono langsung tancap gas berkeliling ke kiai-kiai yang menjadi basis partai. Pada 7 Desember, dia juga sowan ke Deklarator Gerakan Pemuda Kabah Rhoma Irama di Depok. Kita tahu sang 'Raja Dangdut' punya ikatan emosional tersendiri dengan PPP. Pada Pemilu 1977, PPP sukses merebut suara DKI Jakarta berkat pelibatan Rhoma dan Grup Soneta sebagai ujung tombak kampanye mereka.
Namun di pertengahan 1980-an, Rhoma ternyata merasa lebih nyaman berkiprah di politik bersama Golkar. Sebelum disambangi Mardiono, Partai Golkar coba merayu Rhoma untuk kembali. Menghadapi rayuan dua partai tersebut, dua pekan menjelang coblosan Rhoma justru mendeklarasikan diri mendukung pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar.
Sandiaga, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga didapuk menjadi Ketua Pemenang Pemilu PPP berupaya menawarkan isu ekonomi hijau. Taglinenya "Harga Murah, Kerja Mudah, dan Hidup Berkah". Meskipun populis jurus rupanya tak terlalu ampuh menarik minat masyarakat. Kenapa?
Karena strategi besarnya, seperti dinilai sejumlah pengamat, berkoalisi dengan PDI Perjuangan untuk menyokong Ganjar Pranowo adalah keliru. Sebetulnya langkah tersebut ditempuh sebagai pancingan atau harapan agar Sandiaga dilirik Megawati untuk disandingkan dengan Ganjar.
Elektabilitas Sandiaga sebagai bakal calon wapres, merujuk jajak pendapat Litbang Kompas Januari 2023, berada di peringkat tiga besar dengan angka 12,4%. Disusul Ridwan Kamil (10,1%) dan Anies Baswedan (6%).
Sementara dalam survei LSI (Lembaga Survei Indonesia) yang digelar 31 Maret - 4 April 2023, Sandiaga berada di urutan ke-2 dengan angka (18,9%). Angka ini di bawah Ridwan Kamil (19,6%). Tapi masih lebih tinggi dari Erick Thohir (13%), AHY (9,1%), Khofifah (6,2%), Puan (5,4%), Airlangga (2,7%), dan Muhaimin Iskandar (1,9%).
Sandiaga juga menjadi cawapres kedua paling dipilih responden dalam Survei Charta Politika, 8-16 Desember 2022. Ia meraih 17,6%, di bawah Ridwan Kamil (21,4%). Sementara AHY meraih 10,3%, Erick Thohir 8,4% dan Khofifah 6,1%.
Di luar aspek elektabilitas, Sandiaga punya modal pengalaman politik dan birokrasi. Juga kiprahnya sebagai pengusaha sejak usia muda. Kesuksesannya itu membawanya sebagai salah satu pengusaha paling tajir. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2022, total kekayaannya mencapai Rp10,9 triliun.
Fakta ini tentu menjadi nilai plus tersendiri yang sulit untuk ditampik. Bagaimana pun kontestasi pilpres butuh dukungan logistik yang sangat besar. Sandiaga tentu tak akan repot-repot melobi kanan-kiri untuk membantunya. Hal ini akan mengurangi beban politik balas budi bila benar-benar memenangkan kontestasi.
Nyatanya, Megawati justru memilih Prof Mahfud Md. Padahal elektabilitas Mahfud tak pernah moncer. Apalagi kemudian Megawati dan para elit PDI-P, serta Ganjar jusru lantang menyerang Jokowi pribadi dan berbagai kebijakan pemerintahannya. Sebagai anggota koalisi, PPP dan partai-partai lainnya pun terkena imbasnya.
Sikap PDIP itu membuat gamang sejumlah kader PPP. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengubah haluan mengalihkan dukungan ke Prabowo - Gibran yang secara malu-malu mendapat endorse dari Presiden Jokowi.
Pada akhir 2023, misalnya, elemen yang mengatasnamakan diri 'Pejuang PPP' mendeklarasikan diri untuk mendukung Prabowo-Gibran. Mereka antara lain Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP PPP Hj. Hizbiyah Rochim, Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Witjaksono hingga kader PPP Raden Agung Zainal Abidin. Begitu pun di kalangan para ulama. KH Saifulloh Damanhuri di Pasuruan, H. Rokib, dan Namami di Serang Banten lebih menyokong Prabowo - Gibran.
Sedangkan Habil Marati yang pernah menjadi Bendahara Umum DPP PPP di era ketua umum Suryadharma Ali, sejak awal 2023 sudah mendukung Anies. Dia membentuk relawan Forum Ka'bah Membangun dan bersama kelompok relawan Go-Anies dan Amanat Indonesia (ANIES) membentuk Sekretariat Bersama dengan nama KIB alias Kuning, Ijo, Biru (KIB).
*
PPP bisa disebut partai Islam tertua yang hadir sejak era Soeharto. Tepatnya partai ini dideklarasikan pada 5 Januari 1973, sebagai hasil fusi empat parpol, yakni Partai Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
Di tengah dominasi Golkar selama Orde Baru, PPP mampu bertahan di posisi kedua dengan persentase 15-30 persen. Suaranya anjlok pada Pemilu 1987 setelah tiga tahun sebelumnya NU menyatakan kembali ke Khitah 1926. Jumlah kursi PPP di DPR pun berkurang drastis dari 94 pada Pemilu 1982 menjadi 61 kursi. Pada pemilu terakhir masa Orde Baru, 1997, PPP yang memiliki kantong massa Aceh, Kalimantan, DKI Jakarta, dan Jawa Timur berhasil rebound dengan meraih 89 kursi (20 persen) dari 425 kursi DPR.
Namun di pemilu pertama era reformasi selang dua tahun kemudian, suara PPP kembali merosot. Suaranya terpaut 7 kursi dengan PKB yang baru didirikan para tokoh NU, yakni 58 berbanding 51 kursi. Basis massa Islam yang sebelumnya menyalurkan aspirasi lewat PPP, tersebar ke PAN, Partai Keadilan (Sejahtera), dan PBB.
Di pemilu-pemilu berikutnya, tren perolehan suara PPP terus merosot. Pada Pemilu 2004, suara PPP turun dari 10,71% menjadi 8,16 %. Lalu turun lagi menjadi 5,3% di Pemilu 2009, dan puncaknya sekedar bertahan sesuai ambang batas parlemen di Pemilu 2019 dengan jumlah suara 4,52%.
Ada yang menyebut terpuruknya PPP akibat dari konflik internal. Saya menilai tidak juga. Partai lain, seperti PKS, PKB, juga Golkar dan Demokrat mengalami konflik serupa. Para pengurus terasnya ada yang dipidana terkait korupsi juga. Tapi kok mereka bisa tetap eksis?
Saya melihatnya karena mereka kreatif dan inovatif. PAN, misalnya. Sejumlah lembaga survei juga menempatkan partai ini berdekatan dengan PPP dan diramalkan sama-sama bakal terpental dari parlemen. Namun kemudian PAN berani memainkan strategi pragmatis, antara lain merekrut besar-besar para artis papan atas dan pesohor sebagai caleg mereka. PAN pun kemudian diplesetkan menjadi Partai Artis Nasional.
Terlepas entah dari mana sumber dananya, PAN juga cukup jor-jor beriklan di media massa. Menebar baliho dimana-mana. Sayangnya, hal semacam ini tak terlihat massif dilakukan PPP. Padahal Mardiono diketahui sebagai pengusaha lumayan tajir. Apalagi Sandiaga Uno yang asetnya tergolong terbesar di antara para menteri di kabinet Jokowi. Sungguh ironi...
Comments
Post a Comment