Dewan Kolonel Versus Para Musketeer Pilpres 2024

 


DEWAN KOLONEL VERSUS PARA MUSKETEER PILPRES 2024

Oleh; ATUM ( Analisa Teruji Madani ) Institute



Lampu kuning sudah menyala dan genderang perang telah ditabuh. Waktu terus berdetak semua orang sedang menunggu.


Partai Partai yang ada  di dalam koalisi pemerintah maupun  di luar pemerintahan seperti Partai Demokrat dan PKS  mulai melakukan manuve-manuver.  Ini bukan langkah sepele, sebab akan berdampak dan memberikan pengaruh besar pada peta pilpres 2024.


Partai moncong putih atau PDIP memang juga telah banyak bersafari. Tapi sejauh ini baru terlihat dan sebatas komunikasi normatif. PDIP adalah partai pemenang di Pilpres 2019 tanpa berkoalisi dengan partai lain PDIP sudah cukup kursi untuk melenggang mencalonkan kader pilihan terbaiknya di Pilpres 2024. Jadi dalam bahasa simbolik dan tatakrama Jawa PDIP menunggu partai lain untuk menawarkan diri bergabung, dan bukan sebaliknya. Sehingga rasa rasanya bagi PDIP cukup  percaya diri untuk sesaat waktu.


Skenario Berbeda


Partai di luar PDIP tentu punya ambisi dan keinginan untuk menggantikan posisi PDIP, yang telah dua kali memenangkan pemilu. Dua kali pula kadernya menjadi orang nomor satu NKRI yang menahkodai bahtera Indonesia.


Jika mereka tetap menjadi follower, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat mereka akan jadi partai gurem. Lalu tersingkir dan terlupakan oleh sejarah


Ini bisa dilihat dari hasil survei terpercaya akan banyak partai baik yang ada di dalam  koalisi pemerintah maupun yang ada diluar pemerintah diprediksi menjadi partai yang sangat terancam lenyap dalam palagan politik masa depan, sebab itu mereka getol keluyuran buat kongko kongko untuk membentuk poros gabungan  partai supaya terkesan mandiri dan percaya diri walaupun didalamnya masih abu-abu seperti KIB yang dimotori oleh Golkar, PAN dan PPP.


Disaat yang sama PDIP terkesan sendirian atau ditinggal sendirian atau karena selama ini PDIP  terkesan eklusif dalam berkomunikasi dan  bernegosiasi dengan partai lain sehingga terkesan kurang gesit dan kalah lincah dalam ambil putusan dibandingkan dengan partai lainnya


Yang cukup mencengangkan bagi para elit politik dan  publik adalah bersatunya partai Gerindra sebagai partai Nasionalis terbesar kedua saat ini dengan partai PKB yang notabene adalah partai yang berbasiskan para priyayi NU. Ini tidak terlepas dari bermain ciamiknya para  Dewan Kolonel Gerindra dan PKB yang dimotori oleh Sufmi Dasco.


Koalisi Indonesia Raya ini sudah cukup kursi untuk mencalonkan kader terbaiknya  di Pilpres 2024 dan ini modal kuat jika harus nantinya bernegosiasi dengan partai lain maupun dengan PDIP


Diberitakan, belum lama ini para Musketeer bertemu; JK, AHY, Surya Paloh dan Anies. Itu memang acara resepsi pernikahan biasa dari hajatan salah satu pengurus dari  partai Nasdem. Tapi naif kalau tidak menganggap pertemuan itu juga merupakan kuda-kuda Troya politik. Sebab rumusan pokok bahwa koalisi tidak bisa dibangun dalam sehari semalam.


Empat orang itu mewakili Empat kekuatan.

JK adalah Suhu para HMI dan komandan Dewan Masjid Indonesia serta dua kali menjabat Wapres RI.  AHY adalah jelmaan SBY dan mantan partai besar yang mulai tersingkir dari kekuasaan.Kisah perseteruan antara Megawati dan SBY sudah bukan rahasia lagi.


Surya Paloh dalam posisi melihat peluang sebagai jembatan. Dalam peta politik, Surya Paloh memang selalu dalam posisi itu. Dan karena kejeliannya melihat peluang itulah, Nasdem memiliki banyak wakil di daerah- daerah. Untuk ukuran partai baru dengan perolehan suara tidak cukup besar, itu adalah hal yang luar biasa. Surya Paloh memang ahli dalam hal strategi perjodohan semacam ini.


Sementara Anies mewakili tanda kutif PKS dan kelompok Islam konservatif. Nama Anies bisa dikatakan sebagai juru selamat di kelompok ini. Anies adalah anak emas yang akan mengantarkan mereka sebagai pemain kunci di Pilpres 2024 nanti. 


Dalam prediksi lembaga lembaga survei saat ini,  masih menempatkan Prabowo Subianto sebagai kandidat Capres terkuat diPilpres 2024 yang dapat membendung Anies, Ganjar, atau Puan.


Jika kemudian di PDIP harus dibentuk semacam Dewan Kolonel yang dimotori oleh Utut Adianto Grand Master Catur Indonesia dan Johan Budi mantan jubir KPK. Alih alih sebagai bentuk kecemasan dan kepanikan karena ketinggalan kereta atau hanya sekedar celetukan yang di dasar hati mereka pasti paham peta yang sebenarnya. 


Mereka tahu masih berat peluang bagi  Puan untuk menang diPilpres 2024 sehingga harus dibentuk semacam Dewan Kolonel sebagai juru selamat nantinya. Tapi atas nama rasa hormat, mereka harus takzim dan sendhiko dhawuh. Mereka bahkan tidak berani untuk berkata tidak. Atau mengangkat kepala dan menyampaikan fakta pahit yang sebenarnya.


Partai Nasdem yang jeli akan menjadi jembatan penghubung yang efektif. Ia menjadi perekat kekuatan nasionalis dan Islam. Jika koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat itu terbentuk dan menang, perolehan suaranya juga akan melejit.


Dan PKS bersama pendukung militan, yang selama sepuluh tahun ini selalu jadi penonton. Sama seperti Demokrat, peluangnya untuk masuk gerbong kekuasaan telah diblokade. 


Pilihan sekarang ada di tangan para Dewan Kolonel Partai dan musketeer Pilpres 2024, membiarkan partainya tenggelam dimakan sejarah atau kembali berkuasa dengan pilihan rasionalnya.


Atum Buthanudin

Pengamat publik di ATUM (Analisa Teruji Madani ) Institite

Comments