Ini Pendapat Suhardi Soemomoeljono Soal OTT Rektor UNILA Kepada ATUM Institute


 Ini pendapat yang dikirim Advokat senior Dr. Suhardi Soemomieljono S. H,M.H:


Yth Bapak ATUM BURHANUDIN

Atas pertanyaan bapak ini ya pendapat saya 👇


Sebaiknya Institusi Penegak Hukum khususnya KPK dan Kejaksaan Agung menerapkan prinsip ekstra hati-hati khususnya dalam menerapkan kebijakan hukum dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi bagi Institusi Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta, lebih-lebih pada Perguruan Tinggi Negeri. Misalnya terkait berita OTT  terhadap Rektor Unila yang dilakukan oleh KPK dalam dugaan korupsi di Unila. Persoalannya jika yang dijadikan sebagai obyek adalah proses penerimaan calon mahasiswa baru jalur mandiri apakah atas obyek tersebut dapat dikwalifikasi sebagai bentuk Perbuatan Pidan Korupsi.

Perlu kajian secara komprehensif apakah  program  jalur tes melalui jalur mandiri tersebut merupakan bentuk kebijakan, dan apabila masuk ranah hukum kebijakan, maka bentuk kesalahan dalam menjalankan kebijakan, tidak secara serta merta dapat dihukum, karena forum hukum dari kesalahan dalam menjalankan kebijakan, bentuk sanksi nya hukum administrasi bukan hukum pidana. Kecuali, ada unsur aji mumpung, dengan cara melakukan perbuatan pidana, lebih- kebih jika kesalahannya dalam bentuk penyimpangan prosedur maka sanksinya hukum administrasi.

Jika peraturan penerimaan Jalur mandiri sudah jelas aturanya dengan adanya kasus ini secara psikologis dapat mengganggu kinerja perguruan tinggi yang sedang membuka  penerimaan mahasiswa baru melalui Jalur Mandiri. 

Sebaiknya pemerintah segera melakukan evaluasi harmonisasi hukum jangan sampai terjadi proses penegakan hukum justru mengganggu pembangunan nasional dalam bidang program pendidikan nasional. Dan perlu kita maklumi bersama Perguruan Tinggi Negeri pada saat ini memiliki beban yang sangat berat terutama dalam kaitannya dengan adanya  kebijakan liberalisasi dalam dunia pendidikan sehingga jika bentuk kebijakan penerimaan mahasiswa melalui jalur mandiri dalam tanda petik dilakukan kriminalisasi maka secara siqnifikan dapat merugikan pemerintah sendiri.

Dari Perspektif Paradigma Teori Hukum Komprehensif (Comprehensive Legal Theory) yang coba saya gagas, yang mengangkat ungkapan, bahasa Jawa, istilah  "kriwikan dadi grojogan", sebagai landasan kebijakan hukum, demi untuk kepentingan umum, mengajarkan bahwa, kekuasaan negara, baik Eksekutif-Yudikatif-legislatif, dalam keadaan tertentu, dapat mengesampingkan, hukum positif yang berlaku, dengan cara, menyeberang dan memotong hukum (cross-cutlaw), dalam kerangka perburuan keadilan, sehingga dapat mendorong, penguasa memiliki sikap batin, untuk berani berbuat dan bertindak, demi terwujudnya, kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan, dapat terwujut. (baca, Suhardi Somomieljono,

Filsafat Budaya Kriwikan Dadi Grojogan Suatu Langkah Usaha Membangun Teori Hukum Komprehensif (Comprehensive Legal Theory), Penerbit 3M Media Karya (Banten), ISBN 978-623-96109-75, Tahun 2021, Cetakan Pertama).


Sementara Abdullah Amas Direktur ATUM (Analisa Teruji Madani)Institute menyampaikan terimakasih atas ulasan dari Yang Terhormat advokat senior Suhardi Somomieljono. "Kita juga melihat KPK perlu diingatkan agar jangan sampai ngegas ke yang bukan ranahnya dan soal ini hendaknya juga menjadi bahan evaluasi bersama bagi dunia pendidikan. "Sistem Liberalisasi di dunia pendidikan sejatinya akar masalahnya dan seharusnya penegak hukum punya solusi jitu utamanya KPK, tugas utama KPK bukan sibuk memperbanyak penangkapan tapi turut serta mengurangi penjahat dengan mendahulukan edukasi dan turut membangun budaya anti korupsi di Kampus seperti yang sudah sudah dan hati hati untuk tidak masuk ke bukan ranahnya"tegasnya

Comments