Satu Jari : Tahun Depan, Kebijakan Pemerintah Harus Lebih Jelas!


 Satu Jari: Tahun Depan, Kebijakan Pemerintah Harus Lebih Jelas!


Jakarta, 27 Desember 2021 – Sama seperti tahun sebelumnya, harus diakui bahwa tahun 2021 merupakan tahun yang penuh tantangan karena pandemi COVID-19. Sayangnya, kebijakan pemerintah sepanjang tahun ini seolah mengikuti langgam mutasi virus dan komorbid-nya. 


Ketidakjelasan implementasi kebijakan yang hendak didahulukan pemerintah telah menimbulkan berbagai masalah baru. Kebijakan pemerintah semakin tidak terarah: harus memprioritaskan pertumbuhan ekonomi ataukah tindakan polisional terhadap rakyatnya?


Terjadinya tumpang-tindih otoritas penanganan, terus berubahnya aturan yang diterapkan, dan terbongkarnya praktik “insider trading” atas nama penanggulangan merupakan sedikit contoh yang telah mencederai kebijakan pemerintah terkait pengendalian COVID-19 itu sendiri. 


Itu belum termasuk kebijakan lain. Perkumpulan Satu Jari Indonesia menyebut masih banyak kebijakan pemerintah di berbagai bidang yang tidak jelas. Buktinya, beberapa pasal Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang digadang-gadang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. 



Ketua Umum Satu Jari Indonesia Agung Mozin mengatakan tidak ada kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin  yang tak didukung partai politik di parlemen. Masalahnya, pemerintah dan partai politik di DPR melalui fraksi-fraksinya ‘main mata’. 


“Sikap dan pandangan partai politik melalui fraksi-fraksinya di DPR yang membebek pada pemerintah nyaris sempurna,” katanya. Itu juga ditunjukkan pada persetujuan DPR terhadap penambahan utang melalui RAPBN serta rencana penjualan aset milik negara demi memindahkan ibu kota negara. 


Pada saat yang sama, pendapatan mayoritas masyarakat semakin menurun drastis, terutama setelah pandemi COVID-19 melanda. Berdasarkan pengamatan Satu Jari Indonesia, penghasilan yang diperoleh masyarakat mayoritas hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum. 


Kini, harga barang kebutuhan pokok naik tak terbendung. Kelompok kelas menengah yang kelihatan kaya dengan banyak aset, tapi sebetulnya mereka tidak memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aset yang dimiliki sangat sulit dikapitalisasi menjadi uang tunai. 


“Di sisi lain, kebijakan moneter berada dalam status quo. Pemerintah tidak memiliki konsepsi kebijakan dan keberanian untuk mendesak Bank Indonesia agar mengeluarkan instrumen untuk memulihkan daya beli masyarakat,” tambah Sekretaris Jenderal Satu Jari Indonesia Deddy Rahman.


Fenomena kelas menengah yang sekadar mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum telah menjadi klaster masyarakat miskin gaya baru yang hampir tidak tersentuh kebijakan pemerintah. Akibatnya, mereka cenderung merana karena keadaan saat ini. 


Oleh karena itu, kata Deddy, Satu Jari Indonesia mengingatkan kepada pemerintah agar segera bersikap terhadap fenomena tersebut. Jika tidak, akan terjadi kolaborasi kegelisahan kelas menengah dan bawah yang bisa memicu keresahan sosial dan instabilitas pemerintahan tahun depan. “Dan, yang pasti, kebijakan pemerintah harus jelas,” katanya.*** 


Satu Jari Indonesia adalah gerakan yang mengedukasi masyarakat agar cerdas dalam menentukan pilihan politiknya hingga dapat membedakan antara politisi dan partai politik yang benar-benar bekerja untuk rakyat atau sekadar terlibat dalam permainan elit politik semata.

Comments