Indonesia, Palestina Dan Kepemimpinan Ditengah Krisis
Oleh : Abdullah Amas
Idul Fitri hari ini kita rayakan di bumi yang sama, namun pada kebahagiaan dan kesedihan yang meliputi juga berbeda-beda. Seperti halnya antara Al-Aqsa dan Jakarta. Yang masing-masing sama mengalami krisis oleh mental penjajah. Namun apa yang lebih berbahaya dari semua krisis adalah krisis kepemimpinan, yang diakibatkan oleh krisis kepahlawanan ditataran elite, krisis yang berisi orang-orang di pucuk pimpinan tak bertenaga mengangkat cita-cita bersama keluarga besar dalam satu" rumah kebangsaan" dalam satu negara tersebut.
Krisis yang dialami oleh Palestina, memang jauh lebih mengerikan daripada krisis yang dialami Indonesia, dengan segala keterbatasannya, Palestina nyaris tak ada tempat aman setiap hari kecuali Gaza yang berhasil dijaga oleh HAMAS, namun krisis itu tidak ada dalam kepemimpinan mereka, HAMAS yang lebih besar pengaruhnya daripada Presiden Palestina Mahmoed Abbas, telah menjadi otak, hati dan tulang punggung bangsa Palestina, dengan menjaga perasaan terarah mereka, kepastian bahwa masih ada pemimpinan, apalagi dengan kaderisasi HAMAS yang ketat di level Al-Qassam. Sayap elite HAMAS yang bergerak di militer, juga kemampuan diplomasi Ismail Haniya dan Kepala Biro Politiknya Khaled Massyal. HAMAS selain kuat didalam, juga lincah di luar dengan komunikasi pada negara lain seperti Turki, Qatar, Iran dan seterusnya, meski di Indonesia, Pemerintah Indonesia enggan memberi izin membuka kantor perwakilan HAMAS disini dengan alasan sudah ada Kantor Kedutaan Besar Palestina padahal Kedutaan Besar Palestina disini diisi Orang Faksi Fatah - Bukan Faksi HAMAS- yang menjadi garis keras dan didukung lebih banyak rakyat Palestina dibanding Faksi lain.
Dibanding Palestina, Indonesia sebetulnya lebih patut dikasihani daripada Palestina dalam hal krisis kepemimpinan, padahal pengalaman dijajah kita lebih banyak dan lebih lama daripada Palestina, tapi orang-orang kita susah membedakan mana pemimpin yang bisa dengan asyik bermanuver tanpa tekanan asing dan mana pemimpin yang lemah dimata para preman pasar dunia.
Kita tentu saja merindukan pemimpin yang memimpin rakyat melawan dominasi asing sekaligus menjadi raksasa intelektual dunia, seperti Soekarno yang menggalang kekuatan Asia-Afrika untuk melenyapkan penjajah.
Semoga Allah segera mengangkat anak-anak muda yang disiapkannya agar sirkulasi kepemimpinan kedepan mampu mengisi kesepian umat ini, sebab terlalu lama kita kesepian pada rasa keterarahan dari seorang pemimpin namun untuk tetap merindukan sosok pemimpin baru itu kita juga masih banyak alasan untuk tetap menunggu takdir membahagiakan itu, lihat saja nanti
Comments
Post a Comment