Amas Cs Terus Kawal Mantan Ketum PB HMI Arip Usut Kartu Pra Kerja
Tidak Banyak yang fokus mengawal isu Kartu Pra Kerja yang membuat Airlangga, Sri Mulyani dan lainnya sibuk menjelaskan ke Publik apa maksud mereka terkait Kartu Pra Kerja
Salah satunya adalah Arip Musthopa, Ketum PB HMI 2008-2010 ini kini hadir dalam setiap diksusi soal Kartu Pra Kerja
Gerakan Arip Musthopa ini disambut oleh sejumlah Aktivis maupun mantan pimpinan Kelompok Cipayung lain yang terus aktif di grup Whatsaap KOMPAKK (Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Kartu Pra Kerja)
Abdullah Amas menjelaskan bahwa gerakan dan diksusi mengawal uang rakyat adalah juga bagian dari perjuangan untuk membersamai Masyarakat di era Pandemi dengan menjaga uang mereka dari mereka yang hendak jadi garong ketika musibah terjadi
"Yang mau kami jaga adalah uang triliunan dan gerakan ini nendang karena dipimpin langsung oleh Mantan Ketum PB HMI"ujar Abdullah Amas, Ketua Umum Aliansi Pemuda Nasional
Arip Musthopa
Letupan Tolak Kartu Pra Kerja pun terus bergulir, Puluhan orang mengatasnamakan Komando Aksi Mahasiswa Dan Pemuda Anti Korupsi (KOMPAK) menyatroni kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (18/5/2020). Mereka membawa beragam poster bertuliskan Usut Begal Digital 5,6 Triliun.
Kedatangan ke kantor KPK untuk mendesak dan mengusut dugaan korupsi progam pelatihan Kartu Prakerja dan dialihkan buat BPJS Kesehatan.
_KPK segera usut dan kawal Kartu Pra Kerja 5.6 triliun dan alihkan buat BPJS Kesehatan," ujar Koordinator Lapangam (Korkap)_ M. Yusuf.
Yusuf menyebut beberapa nama yang harus diperiksa oleh lembaga pimpinan Firly Bahuri ini. Sebab, dia mensinyalir, ada penyalahgunaan pada program pelatihan secara daring tersebut.
*"KPK segera periksa Airlanga Hartarto, Sri Mulyani, Belva Davira, Pandu Syahrir dan Provider lainnya !!!," tandas dia.*
Yusuf mengatakan pihaknya akan terus mengawal dugaan penyalahgunaan program Kartu Prakerja. KOMPAK akan membawa massa yang lebih banyak jika KPK tidak menelusuri adanya dugaan korupsi pada program Kartu Prakerja tersebut.
*"Karena PSBB Kompak berjanji akan datangi lagi dengan Ratusan simpul pasca PSBB," katanya.*
Menurut Yusuf, program Kartu Prakerja sudah berjalan dengan payung hukum Perpres No.36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Pra Kerja. Dengan demikian Perpres No.36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu PraKerja tidak begitu saja bisa melompat dari UUD 1945 langsung ke isi Perpres dan mengabaikan UU dan Peraturan Pemerintah terkait yang telah ada sebelumnya.
Dalam hal ini UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.31/2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
Bahkan dengan Perpres Kartu Pra Kerja sudah tersedia pula Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.2/2016 tentang Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional.
Perpres ini juga tidak mengacu pada UU No.15/2019 jo UU No.12/2011 pasal 30 berbunyi Perencanaan penyusunan Peraturan Presiden dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Presiden.
"Juga kami cek lagi Kepres No.12/2019, dari 28 rancangan Perpres tidak ada satupun tentang kartu PraKerja," papar dia.
Yusuf mengatakan fakta Kartu Prakerja yang sudah berjalan ini adalah video materi pelatihan kurang lebih sama dengan yang dapat diunduh gratis di Youtube. Lalu mengapa negara harus membayar materi pelatihan yang disediakan Platform jika bisa berhemat?
Sesuai anggarannya, diakokasikan Rp.5,6 triliun untuk membeli materi video pelatihan. Testimoni peserta, bahwa sertifikat pelatihan dikeluarkan pihak Platform seperti RuangGuru, Tokopedia, Bukalapak dan lain-lain materi pelatihan tidak sesuai kebutuhan pasar kerja.
*Lebih lanjut, Yusuf menjelaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa setiap peserta nantinya akan mendapatkan manfaat sebesar Rp 3.550.000 yang dikirimkan bertahap selama empat bulan*
Namun demikian, dia mengatakan, manfaat tersebut bisa hangus.
Hal itu terjadi bila dalam 30 hari peserta yang bersangkutan tidak menggunakan dana bantuan tersebut untuk melakukan pelatihan.
Pertanyaannya kemanakah manfaat yang seharusnya diterima oleh rakyat ini jadi permasalahan besar karena tidak ada pengawasan yang jelas dan kita juga tidak tau apabila ada penyelewengan data yang masuk," tambahnya.
Comments
Post a Comment